MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sepakat memproses hukum kasus penyanderaan tujuh polisi hutan dan penyidik dari Kementerian LHK oleh sekelompok masyarakat di lahan milik PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) di Rokan Hulu, Riau, akhir pekan lalu.
Keduanya juga kompak melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kesepakatan itu diperoleh setelah keduanya bertemu selama 45 menit di Kantor Kementerian LHK, Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, kemarin.
“Kita akan melangkah sesuai dengan aturan hukum. Kami juga sepakat untuk tidak ada lagi argumentasi, asumsi-asumsi, praduga-praduga analisis, atau wacana analisis di ruang publik, karena itu akan membingungkan masyarakat,” kata Siti Nurbaya dalam jumpa pers seusai pertemuan.
Siti didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Menurut Siti, kondisi terburuk karhutla terjadi pada 23-29 Agustus 2016 di Riau.
Salah satunya hotspot (titik api) muncul di Rokan Hulu dari lahan PT APSL.
“Andai saja tidak ada kejadian itu, sebenarnya 2016 ini bisa dikatakan Indonesia berhasil mengatasi asap yang selama ini selalu merugikan masyarakat dan menjadi sorotan dunia internasional,” jelas Menteri LHK.
Terkait dengan kasus penyanderaan, Siti mengatakan Polri akan menyelidikinya secara menyeluruh.
“Saya mendukung proses itu,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan tekadnya untuk menegakkan hukum pada kasus karhutla.
“Baik dalam proses mencegah, memadamkan, termasuk penegakan hukum dan pemulihan (karhutla),” katanya.
Soal surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan pada kasus karhutla 2015 oleh Polda Riau, Tito menegaskan SP3 keluar karena nihil bukti.