DELI SERDANG, KOMPAS – Upaya pemerintah memenuhi tuntutan masyarakat adat dinilai belum maksimal. Karena itu, masyarakat adat menagih komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengonkretkan hak-hak mereka lebih cepat.
Harapan itu mengemuka dalam pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V di Kampong Tanjung Gusta, Deli Serdang , Sumatera Utara, Jumat (17/3). Salah satu hal yang terungkap dari kongres tersebut adalah dari 8,23 juta hektar luas hutan adat yang dipetakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) baru 13.122 hektar yang sudah dikembalikan kepada masyarakat.
Selain itu, satuan tugas masyarakat adat yang bertugas menyelesaikan persoalan masyarakat adat secara tuntas dan menyeluruh belum juga terbentuk. Sementara RUU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat yang diusulkan DPR juga belum disahkan.
“Pengakuan atas hak-hak masyarakat adat justru akan mengurangi jiwa-jiwa separatism,” kata Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan.
Hadir dalam pembukaan kongres itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar yang mewakili Presiden Joko Widodo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, Ketua Badan Restorasi Gambut Nazir Foead, dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia M Imdadun Rahmat.
Menurut Abdon, masyarakat adat terus menuntut dan menyuarakan haknya karena hingga kini belum diterima dan diakui di Indonesia. Untuk mengurus tanah yang diyakini milik mereka pun masih sangat sulit.
Masyarakat adat yang kukuh menganut keyakinannya sendiri dan berbeda dengan enam agama yang diakui Negara juga kesulitan mengurus identitas kependudukan, hingga akhirnya sering alami diskriminasi layanan public.
Menjelang Pemilihan Presiden 2014, AMAN menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo sebagai calon presiden karena memiliki visi-misi menyelesaikan konflik masyarakat adat (Kompas, 24 Mei 2014). Namun, lanjut Abdon, setelah pemerintahan Presiden Jokowi berjalan lebih dari dua tahun, dukungan itu dipertimbangkan ulang karena lambatnya Presiden Jokowi mewujudkan hal itu.
Konsisten mendukung
Siti Nurbaya mengatakan, Presiden Jokowi konsisten mendukung masyarakat adat. Sejumlah upaya untuk mengonkretkan harapan masyarakat adat sudah dilakukan. Itu selaras dengan kebijakan pemerintah untuk mengutamakan kerja. Namun, Siti mengakui, terkadang prosesnya memang butuh waktu panjang.
Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan adalah penegasan wilayah kelola hutan adat yang diakui resmi secara nasional. Selain Sembilan hutan adat seluas 13.122 hektar yang ditetapkan Presiden pada Desember 2016, saat ini baru diselesaikan pengakuan hutan adat Kulawi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dan Tapang Semadak, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
“Pemerintah sedang menyelesaikan rencana mengeluarkan hutan adat dari wilayah konsesi PT Toba Pulp Lestari seluas 7.000 hektar,” kata Siti.
Selain itu, sejumlah upaya pendampingan dan dukungan akses finansial, pasar, dan teknologi, serta pengelolaan lembaga untuk masyarakat adat juga sedang dilakukan. Tujuannya agar pembangunan ekonomi masyarakat berbasis hutan dan jasa lingkungan mampu menimbulkan pemerataan dan berkeadilan serta membuat tatanan baru bisnis kehutnan yang tak hanya dimiliki korporasi.
“Tak perlu ragu dengan langkah dan tindakan nyata yang diambil pemerintah. Presiden Jokowi memberikan solusi dan bisa dipercaya menyelesaikan masalah masyarakat adat,” ujarnya.
KMAN V diikuti sekitar 5.000 orang yang mewakili 2.304 komunitas adat seluruh Indonesia. Selain itu, kongres juga diikuti perwakilan komunitas adat sejumlah Negara, seperti dari Brasil, Panama, Guatemala dan Honduras. (MZW)