JAKARTA, KOMPAS — Gerakan masyarakat terkait lingkungan hidup, hak asasi manusia, nelayan, buruh, dan perempuan ditantang kompak merebut ruang politik dan momentum politik pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan pemilihan presiden 2019. Pertarungan memperebutkan kekuasaan agar berfokus pada penyelesaian permasalahan isu-isu itu.
”Gerakan lingkungan hidup tak bisa lagi hanya bergerak pada penyelamatan alam. Gerakan itu harus menuju akar penyebab krisis multidimensi, bersama gerakan sosial dan demokrasi lainnya,” kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Rabu (13/12), di Jakarta.
Hal itu dipaparkan Nur Hidayati dalam pembacaan Platform Politik Lingkungan Hidup Indonesia pada Temu Rakyat dan Konferensi Lingkungan Hidup yang digelar Walhi di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Cibubur, Jakarta Timur.
Krisis multidimensi meliputi, di antaranya, penguasaan ruang lahan dan hutan oleh segelintir orang sehingga ada kesenjangan dan penggusuran hak tenurial masyarakat. Hal itu dipicu sistem ekonomi kapitalisme, diperkuat rezim neoliberalisme dan militeristik, melihat kekayaan alam sebagai komoditas tanpa menimbang daya dukung lingkungan.
”Atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, rakyat dan alam hanya dijadikan obyek sehingga negara melegitimasi perampasan tanah, air, dan semua sumber kehidupan rakyat atau sumber agraria,” ujarnya.
Karena itu, Walhi menyerukan gerakan rakyat berupa demokratisasi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal itu terjadi jika institusi masyarakat sipil kritis dan kuat. Selain itu, kekuatan masyarakat sipil perlu diperkuat disertai perluasan area kelola rakyat.
Sementara Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, menyatakan, ketidakadilan pengelolaan ruang ditunjukkan dalam data 45 persen luas daratan dikapling korporasi tambang, dan sisanya dikuasai perkebunan. ”Saatnya masyarakat memiliki veto,” ucapnya.
Terkait platform politik dan orasi politik masyarakat sipil, Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan, menyambut baik. Ia berjanji meneruskan pernyataan politik itu kepada presiden. Masyarakat sipil perlu mendorong transformasi sosial, bukan isu suku, ras, dan agama. (ICH)