JAKARTA — Kerja sama negara-negara di Asia Tenggara atau ASEAN didorong terlibat aktif dalam aksi penurunan emisi gas rumah kaca. Sikap antarnegara diharapkan kompak dalam negosiasi pada Kerangka Kerja Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim di Paris, Perancis, November-Desember 2015.
Hal itu karena negara-negara ASEAN adalah kawasan yang terancam dampak perubahan iklim, seperti cuaca dan fenomena alam ekstrem. Dengan suara saling menyokong, pertemuan Paris membawa masa depan menjanjikan bagi upaya global penurunan emisi.
Koalisi LSM ASEAN untuk Kesepakatan Iklim Adil, Ambisius, dan Mengikat (AFAB) mengungkapkan hal tersebut,Jumat (3/7), diJakarta. Mereka menyikapi negara-negara ASEAN yang belum menunjukkan upaya penurunan emisi.
Padahal, bencana topan badai mematikan, banjir, dan kekeringan menjadi fenomena baru di kawasan ASEAN. Ini seharusnya memberi sinyal bagi ASEAN
untuk melakukan aksi bersama yang substansial demi mengatasi dampak perubahan iklim.
Dalam dekade terakhir, Asia Tenggara dihantam kejadian cuaca ekstrem yang
menyebabkan korban jiwa, infrastruktur, dan hilangnya mata pencarian.
Peristiwa seperti topan Haiyan tahun 2013 yang menyebabkan 6.300jiwa
tewas dan ratusan ribu orang mengungsi di Filipina serta pada 2011 banjir
melanda Thailand yang menyebabkan kerusakan pertanian senilai 1,3 miliar dollar AS. Bencana itu diyakini terkait peningkatan suhu global akibat emisi gas rumah kaca.
“Pembakaran bahan bakar fosil untuk produksi energi bertanggungjawab menghasilkan sejumlah besar gas rumah kaca. Karena itu, perlu reformasi
kebijakan ASEAN yang diselaraskan untuk menurunkan subsidi batubara, minyak, dan gas serta mendukung teknologi rendah karbon, terutama dalam
konteks integrasi ekonomi ASEAN,” kata Zelda Soriano, penasihat hukum dan
politik dan Greenpeace Asia Tenggara, mewakili A-FAB.
Program dan proyek penerapan kebijakan energi rendah karbon bisa masuk
dokumen IntenDed Nationally Determined Contributions (INDCs).Jadi, tiap
negara mengajukan rencana menurunkan perubahan iklim.
Di Indonesia, Menurut DirekturJenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin, pihaknya menyusun INDCs bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas).
“Kami mendesak negara-negara anggota ASEAN agar mengambil tindakan adil
dan ambisius dalam INDCs, untuk menjaga masa depan penduduk di Asia Tenggara,” kata Soriano.
Dalam briefing paper yang diterbitkan A-FAB, Dr Gary Theseira dan Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Malaysia menjelaskan beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan pemerintah di Asia Tenggara
untuk mengembangkan INDCs. Selain perluasan pemanfaatan energy terbarukan, upaya lain adalah mempromosikan efisiensi energi, menetapkan target pengurangan deforestasi, dan memajukan alternatif transportasi bersih.
Upaya itu lebih optimal bagi ASEAN jika ada deklarasi berisi tindakan ambisius INDCs untuk mencapai target. “Peningkatan ambisi keuangan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas negara-negara maju akan meningkatkan aksi mitigasi ASEAN,” ujarnya.