JAKARTA – Sebanyak Sembilan perusahaan asal Indonesia dan Malaysia yang bergerak di industry perkebunan kelapa sawit bersepakat untuk menghentikan semua penanaman kelapa sawit baru selama pelaksanaan studi ilmiah mengenai stok karbon tinggi.
Kesembilan perusahaan tersebut tergabung sebagai inisiator, mitra, dan komite pengawas dalam studi stok karbon tinggi (high carbon stock) yang merupakan kelanjutan dari Manifesto Minyak Sawit Lestari
Mereka adalah Asian Agri, 101 Corporation Berhat, Kuala Lumpur kepong Berhad, Musim Mas Group, Sime Darby Plantation, Cargill, Unilever, Apical Group, dan Wilmar International.
Jonathon Porritt, Ketua Komite Pengarah Stok Karbon Tinggi, mengatakan seluruh perusahaan yang terlibat dalam komite tersebut telah sepakat untuk menghentikan penanaman kelapa sawit selama studi berlangsung.
“Mereka juga berkomitmen untuk melaksanakan rekomendasi yang dihasilkan” ujarnya sebagaimana dikutip dari Draf Laporan Sintesis Stok Karbon Tinggi, Senin (29/6).
Studi independen tersebut dibiayai oleh para penandatanganan manifesto, dengan dukungan dari Wilmar International. Studi ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.
Adapun di antara poin penting yang dibahas dalam studi tersebut adalah pendefinisian hutan dengan kadar karbon tinggi. Definisi didasarkan pada tingkat emisi gas rumah kaca dari biomassa dan tanah yang diakibatkan oleh konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Studi tersebut menetapkan batas angka emisi gas rumah kaca yang diizinkan, melalui penetapan zona merah, kuning, dan hijau. Batas angka didasarkan pada pertimbangan jenis lahan, lokasi, yang ditambah dengan konteks sosial ekonomi termasuk tingkat kesejahteraan sosial seiring dengan perkembangan perkebunan baru.
“Perlu ada batasan angka untuk emisi gas rumah kaca yang diizinkan, agar konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dapat diterima,” lanjutnya.
Selain menghitung batasan angka emisi, studi ini juga memberikan arahan mengenal kewajiban perusahaan kelapa sawit untuk tetap mengakomodasi hak dan mata pencaharian komunitas lokal maupun masyarakat adat. Ketetapan mengenai hal ini sudah harus ditentukan sejak dalam masa perencanaan penggunaan lahan.
ZONASI
Zonasi emisi karbon dalam studi itu dibagi ke dalam tiga zona, yakni hijau, kuning, dan merah.
Pada zona hijau, konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit diperbolehkan karena justru akan meningkatkan stok karbon dan memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi warga sekitar.
Zona hijau meliputi lahan kritis seperti padang rumput dan semak-semak yang memiliki stok karbon rendah, juga lahan gambut yang sempit-kurang dari 100 ha-dengan tingkat emisi lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang dibiarkan terlantar.
Zona kuning ditetapkan kepada lahan yang jika dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit akan memberikan manfaat ekonomi dan sosial, tetapi secara bersamaan juga meningkatkan emisi GRK meskipun dalam kadar rendah.
Penetapan zona kuning terjadi pada konversi lahan hutan regenerasi muda, yakni konversi dari hutan sekunder tahap awal dan hutan dengan kerapatan sedang atau rendah.
Adapun zona merah ditetapkan terhadap lahan gambut dan tanah dengan kandungan bahan organik tinggi serta penebangan hutan yang memiliki biomassa tinggi. Konversi lahan jenis tersebut menjadi perkebunan sawit tidak diperbolehkan, karena tingkat emisi GRK sangat tinggi.